Tabung
Fluoresen
Bentuk standar tabung
fluoresen dipasarkan oleh Philips dengan kode TL. Diameter tabungnya 38 mm,
panjangnya tergantung pada daya tabung. Sebelah dalam tabung diberi lapisan
fluoresen. Pada ujung tabung terdapat sebuah elektroda, elektroda ini terdiri
dari kawat pijar dari wolfram dengan sebuah emitter untuk memudahkan emisi
elektron-elektron. Tabung fluoresen diisi dengan uap air raksa dan gas mulia
argon.
Dalam keadaan menyala,
tekanan uap air raksa dalam tabung sangat rendah. Uap air raksa ini memancarkan
sinar ultraungu dengan panjang gelombang 253,7 mμ. Sinar ini diubah oleh serbuk
fluoresen dan diubah menjadi cahaya tampak. Dalam tabung selalu ada kelebihan
air raksa cair. Karena itu tekanan uap air raksa dalam tabung selalu sama
dengan tekanan uap air raksa jenuh, yang ditentukan oleh suhu tabung di tempat
yang paling dingin. Suhu ini disebut suhu kerja yang kira-kira sama dengan 40oC.
Ukuran tabung harus
sedemikian rupa, sehingga suhu 40oC dapat dipertahankan pada suhu
keliling 25oC. Untuk tabung-tabung dengan daya besar, agak sulit
untuk mempertahankan suhu kerja yang demikian rendah. Karena itu tabung TL 125
W diberi tonjolan di dindingnya. Suhu di tonjolan ini lebih rendah daripada
suhu di bagian lain dari tabung.
Gambar 1 Bagian-bagian lampu fluoresen
Perubahan suhu keliling
sangat mempengaruhi suhu kerja tabung, dan juga rendemennya. Dapat ditambahkan,
kalau suatu ruangan tertutup terdapat zat cair dan uapnya, maka tekanan uap
dalam ruangan itu adalah tekanan uap jenuh zat cair tersebut. Tekanan uap jenuh
suatu zat cair tergantung pada suhunya. Air misalnya mendidih pada suhu 100oC
dan tekanan 1 atm. Tetapi dalam sebuah ketel uap suhunya akan melebihi 100oC
kalau tekanan uapnya melebihi 1 atm.
Kumparan
Hambat (Balas)
Kumparan hambat atau
balas untuk lampu fluoresen terdiri dari bagian-bagian utama yaitu kawat
tembaga A, bahan isolasi B, teras besi D, dan massa pengisi poliester E seperti pada Gambar 2. Massa
pengisi ini tetap keras kalau dipanasi, jadi tidak dapat mencair dan mengalir
ke luar kalau suhunya meningkat. Kemudian terdapat blok terminal G, kotak plat
baja F dan alas baja H yang berfungsi sebagai pelindung magnetik. Celah udara C
memperbesar hambat magnetik teras besi.
Gambar 2 Kumparan Balas lampu TL
Kumparan hambat ini
membatasi arus tabung. Selain itu alat ini juga membangkitkan tegangan induksi
kejut yang tinggi untuk memulai penyalaan tabung.
Starter
dan Penyalaan
Starter untuk penyalaan
tabung fluoresen terdiri dari sebuah balon kecil yang diisi dengan gas mulia.
Di dalam balon terdapat dua elektroda dwilogam A dan B seperti pada Gambar 3. Jarak antara elektroda
A dan B dibuat sedemikian rupa, sehingga starternya akan menyala pada tegangan
100 – 200. Kalau terminal dihubungkan dengan tegangan jala-jala 220 V, starter
S akan mendapat tegangan 220 V, sehingga menyala dan menjadi panas. Karena itu
elektroda dwilogam akan membengkok dan membuat kontak.
Gambar 3 Hubungan tabung dengan balas dan starter
Dengan demikian arus yang
besar akan mengalir dari jaringan melalui kumparan hambat Sm,
elektroda tabung E, starter S dan elektroda tabung yang lain. Arus ini akan
membuat elektroda-elektroda berpijar dan mengeluarkan elektron-elektron.
Sementara itu tegangan pada starter akan hilang, sehingga starternya padam dan
menjadi dingin. Elektroda-elektroda dwilogam dalam starter akan lurus kembali
dan memutuskan arus yang sedang mengalir. Karena pemutusan tiba-tiba ini, dalam
kumparan hambat akan dibangkitkan suatu ggl yang sangat tinggi.
Tegangan kejut ini seri
dengan jaringan, kalau dibangkitkan pada saat yang menguntungkan, tegangan pada
elektroda-elektroda dari tabung akan cukup tinggi untuk menyalakan tabung,
asalkan elektroda tersebut sudah cukup panas. Kalau siklus pertama tabung belum
menyala, urutan peristiwa seperti uraian di atas akan terulang, sampai
tabungnya menyala. Setelah menyala, tegangan tabung turun hingga 60 – 100 V,
tergantung pada panjang tabung atau dayanya. Sesudah tabung menyala, starter
akan paralel dengan tabung. Karena tegangan nyala tabung lebih rendah daripada
tegangan nyala starter, maka starter akan tetap padam.
Referensi
:
- Van Harten P.
Van dan Ir. E. Setiawan, Instalasi
Arus Kuat II. Bandung: Bina Cipta, 1985,p75.
No comments:
Post a Comment